KECEMASAN KALA PANDEMI

Siapa sih yang gak cemas menghadapi masa Pandemi Covid-19 ini. Pola kehidupan dipaksa berubah 180 derajat. Ini masa yang tidak pasti kapan akan berakhir. Belum lagi was-was jika tertular virus. Ataupun khawatir dengan kondisi ekonomi ke depan yang bisa mengancam kehilangan penghasilan dan pekerjaan.

Mengutip pernyataan dr Lahargo di Harian Kompas, kecemasan sebetulnya tak selalu berkonotasi negatif. Cemas, adalah reaksi emosi yang wajar karena keadaan yang tidak diharpkan dan diasumsikan bisa menimbulkan bahaya. Rasa cemas akan memberi respons pada tubuh untuk cepat melakukan perlindungan agar ada rasa aman. Selanjutnya, reaksi cemas akan positif dan baik kalau yang dirasakan adalah respons yang wajar.

Aku pun tak lepas dari cemas selama masa pandemi ini. Berawal dari perubahan ritme dari yang selalu bermobilitas tinggi ke manapun. Mendadak harus berdiam diri di rumah. Awal mendengar kantor melaksanakan Work Form Home pun resah banget. Berharap yang didengar itu salah dan tak terjadi.

Pikiran dipenuhi rasa kekhawatiran kalau kesepian. Khawatir tak ada yang biasa diajak omong untuk sekadar ngobrol, curhat ataupun bercanda. Maklum, selama ini tinggal sendiri dan pergi keluar rumah bertemu teman/saudara/kerabat adalah hiburan tersendiri.

Minggu pertama bisa dilalui, meski ada satu hari ngabur ke Mall dengan alasan mengambil kacamata.Eh malah bisa 5 jam di kantor karena diajak ngobrol seorang sahabat.

Minggu berikutnya, mau tak mau harus menahan diri tidak ngemall ataupun ketemu teman karena memang sudah mulai ada pembatasan sosial. Akhirnya memilih untuk sepedaan setiap dua hari sekali. Selain untuk olahraga, juga supaya melihat suasana luar dan berinteraksi dengan orang lain seperti pedagang sayur atau makanan.

Tapi itupun kan gak bisa ngobrol panjang lebar. Akhirnya jalur komunikasi lewat Whatsapp lah yang dipilih. Aku bertekad setiap hari harus ngobrol dengan orang lain dalam sebuah WA grup ataupun japri ke beberapa teman. Yah, meski tidak terlalu suka mengobrol berlama-lama tapi tetap saja butuh interaksi dengan orang lain. (Buat teman-teman yang sering digangguin untuk mengobrol, maaf ya).

Terkadang, menelpon ortu di Semarang untuk sekadar bertanya kabar . Ataupun…. Ada sepupu yang beberapa kali iseng menelpon Video Call untuk mengobrol apapun.

Aktifitasku pun berubah drastis. Tetap harus tinggal di rumah membuatku memutar otak, kegiatan apa yang bisa menjadi penyalur energiku yang selama ini setiap hari digunakan untuk bermobilitas keluar.

Bekerja di belakang laptop… Jelas lah itu harus karena aku menargetkan seminggu sekali harus menulis artikel untuk kantor. Selain itu? …. Yah memasak. Meski tidak bisa menghasilkan masakan sekelas chef atau tukang roti, setidaknya hasil masakanku masih bisa aku makan untuk makanan sehari-hari. Masakan tumis-tumisan menjadi andalan. Jika ‘mati gaya’ kadang mencontek menu postingan teman di sosial media. Setidaknya sedikit berhasil menyalurkan energi……

Kegiatan lain yang pasti menyita tenaga adalah membersihkan rumah. Padahal sebelumnya, kegiatan ini hanya dilakukan seminggu sekali. Sekarang, rasanya tangan ini gatal kalau setiap hari tidak memegang sapu atau sulak.

Pernah suatu hari, merasakan kegelisahan yang tidak jelas. Perasaan tidak enak dan keringat dingin. Bukan karena sakit, ternyata aku gelisah saat Tangerang Selatan akan melaksanakan PSBB. Dalam pikiranku yang ruwet terbayang, bakal gak bisa keluar sama sekali. Bahkan sepedaan pun dilarang.

Saat itu, tak ada satupun teman yang bisa diajak cerita. Entah kemana mereka. Akhirnya teringat dengan angan-angan untuk mencoba resep muffin coklat. Beberapa sebelumnya, sudah tiga kali gagal membuat muffin yang katanya tukang roti adalah resep yang paling mudah. Dari urusan terlalu semangat mengaduk ataupun oven listrik yang selalu bermasalah.

Aku sudah pasrah, kalau muffinnya ‘bantat’ lagi ya sudahlah. Toh aku makan sendiri saja. Terpenting sudah menjadi penyaluran kegelisahanku. Namun tanpa diduga, muffinnya ‘mekrok’ sempurna di dalam oven. Sontak melompat-lompat kegirangan. Bau muffin yang harum dari dalam oven langsung membuatku lapar.

Yeay… meskipun tidak hilang, setidaknya rasa gelisahku hilang. Pelan-pelan mulai berpikir jernih, pasti bisa dicari cara supaya tetap bisa keluar untuk sepedaan, atapun keliling Serpong naik mobil. Dan benar, ternyata PSBB yang kubayangkan ketat, ternyata tidak seseram yang kubayangkan. Hari-hari berikutnya, mulai sepedaan lagi. Dari sekadar keluar masuk kampung ciater hingga jarak jauh sampai ITC BSD.

Terkadang, target tulisan juga membuatku stress karena harus berpikir kreatif harus menulis. Sebelum WFH, biasanya tema tulisan diatur sesuai kesepakatan karena kita bertemu setiap hari di kantor. Nah sekarang? Mau diskusi sama siapakah????  Dan terkadang harus meraba, kira2 topik ini akan atau sudah ditulis oleh teman lain belum ya.

Beruntung, dikenalkan  oleh seorang teman dengan yang namanya Webinar dari IAP. Sejak itu, hampir setiap hari nongkrongin diskusi. Lumayan berbagai webinar ini bisa jadi bahan tulisan. Jika ada yang ditanyakan juga bisa langsung bertanya lewat fasilitas Chat.

Tapi terkadang, butuh juga diskusi dengan teman soal tema tulisan. Biasanya dilakukan lewat Whatsapp ataupun telepon langsung.

Rasa cemas masih ada? Jelaslah…. Tapi ya gitulah… kalau emosi negatif skala kecil karena bingung dengan tulisan, berjalan ke dapur yang jaraknya Cuma sejengkal dari meja kerja bisa menjadi obat. Masak bahan-bahan yang ada di kulkas rasanya sudah puas.

Tapi kalau emosi negatif skala besar sampai rasanya marah besar dan mau nangis kencang. Ini yang rada susah. Tak semua teman bisa ditelpon , bahkan sahabat pun kadang gak ngangkat telepon karena kesibukannya. Sekali lagi bersih-bersih rumah bisa menjadi sarana. Meski terkadang rumah sudah tampak bersih, tetap disapu-sapu dan dipel. Lantai kamar mandi disikat bersih. Pokoknya sampai badan berkeringat dan kekesalan tersalur.

Jadi teringat peristiwa empat tahun yang lalu. Aku cukup marah dengan seorang teman kantor tapi tidak bisa langsung marah ke dia karena dianya kabur duluan tanpa merasa bersalah. Alhasil setelah ngomel-ngomel sendiri dan menangis, langsung nekat bikin cake tengah malam. Itupun belum cukup, aktivitas sapu dan mengepel lantai juga kulakukan malam itu.

Setidaknya malam itu kemarahan pun tersalur. Bangun pagi, rasanya tetap marah…. Nah kalau sudah begini, harus cari penyelesaian lain . Karena ini urusan kantor, harus dibicarakan baik-baik dengan atasan karena percuma ngobrol dengan teman yang sudah kabur itu.

Entah… pandemic sampai kapan. Sudah dalam tahap wis karepmu…. Berharap, tak muncul lagi rasa cemas dan gelisah skala besar.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Jadi Orang Baik

Pembicaraan dua orang sahabat

Suatu pagi di tahun 2020, tiba-tiba muncul satu kalimat di kepalaku saat bangun pagi. “Aku mau jadi orang baik”. Entah kenapa kalimat itu terus menempel di kepalaku awal tahun itu.

Suatu saat sahabatku bertanya dalam satu sesi “Ngopi-Ngopi”, “Apa resolusimu tahun 2020?” Kujawab, mau jadi orang baik.

“Hah”, kata sahabatku. Coba ulangi, apa tadi yang kamu bilang. sambil menyibakkan rambut di telinganya.

Jawabku, “Iya mau jadi orang baik”

Sahabatku, “Biasanya loe kan punya resolusi, pingin kurus, mau travelling ke….. , mau belajar apa gitu….., ngejar gebetan loe… sapa tuh namanya”

Aku cuma nyengir.
“Ya, aku bingung sih. Jadi orang baik lebih nyata  bagiku. Pokoknya kerja ‘do the best’, tetap berbagi ilmu seperti biasa yang aku lakukan, nyanggupi kalau suruh bikin grafis, selalu senyum, jadi pendengar yang baik”.

Sahabatku terdiam sambil menyeruput kopinya…. “baiklah”….
Kita ketemu seminggu lagi, siapa tahu resolusimu berubah.
aku cuma tersenyum.

Setelah itu, aku kembali ke kehidupan seperti biasa…

Dan…. tiba-tiba saja aku sudaj ada di Obah Bareng. Kegiatan di luar kantor yang tadinya gak berani kulakukan karena kesibukan kantor yang harus piket malam, survei, nulis, mengedit. Ternyata bisa juga membagi waktu. Entah ini jawaban jadi orang baik atau tidak.

Aku pun bingung. Di tengah gonjang ganjing perusahaan, beberapa teman mencari tambahan penghasilan dengan jual A, B, kerja part time C, D.

AKu? bukannya aku tak berusaha. Sudah berusaha tanya sana sini, jalan utk kerja part time belum terbuka.

Kali ini yang terbuka adalah kegiatan sosial. Bukannya dapat tambahan penghasilan, terkadang malah pengeluaran lebih banyak.
Namun, sepertinya inspirasi yang aku dapat mengarahkan ke hal yang lain.
Berada dalam komunitas baru yang tak pernah terbayang sebelumnya, mengajariku banyak hal yang tidak aku dapat belasan tahun kerja di media. Itu nilainya tak ternilai dengan uang.
Entah kenapa bertemu dengan banyak orang, tidak membuatku canggung ataupun malu. Padahal biasanya aku ragu untuk membuka diri bagi orang baru.
Hanya butuh waktu sebulan, aku sudah bisa beradaptasi dengan semua anggota. Ada yang menggerakkan untuk berinteraksi dekat satu sama lain. Kemampuanku mengedit tulisan, memberi kemampuan lebih untuk bisa mengenali karakter masing-masing orang. Dengan itu, aku memakai cara komunikasi berbeda dengan masing-masing orang. Capai???

Enggak tuh… mungkin itu yang namanya panggilan … Aku langsung bisa menempatkan  diri. Mencari hal yang bisa aku kerjakan sesuai kemampuanku.
Bisa juga membagi waktu dengan pekerjaan yang tentunya memang sedang melandai .

Suatu saat, aku bertemu dengan sahabatku yang lain.

Jangan kuatir, Put, kerja menyebarkan kebaikan itu bayarannya ’em..em..an”. Aku cuma melongo, maksudnya?
“ya, kamu akan dapat makasih … makasih…. makasih…. berapa m tuh. apalagi kalau makasihnya gak henti diucapkan”.

Aku cuma terdiam… ya benar aja.
Sahabatku melanjutkan, “Tetap di jalurmu sekarang, ya. Semoga lingkaran kebaikan yang kamu bayangkan bisa terus berputar ya”.

Namun suatu saat, sebelum pandemi Covid-19, ada ‘cobaan’ lain yang membuatku berpikir, apakah aku sudah jadi orang baik….

Saya selalu berjalan lurus, membuang semua persepsi orang tentang aku.
Sampai akhirnya ada yang mempertanyakan soal sikap baikku. Ada yang mepresepsikan sikapku dengan terlalu cerewet, terlalu ribet, terlalu perhatian, naksir, bahkan ada yang bilang mau merebut sebuah jabatan.

Tercengang mendengar presepsi orang tentang kebaikan yang aku lakukan selama ini. Nangis….. kesel… Hingga akhirnya aku bisa bangkit lagi….

Whatever apa presepsi orang tentang aku. Aku akan kembali berjalan lurus. Mengejar mimpi menjadi orang baik sampai saat nanti tugasku di dunia selesai.

 

Renungan reflektif 25/04/2020

Posted in Uncategorized | Leave a comment

BELAJAR DARI BALI, MENEKAN LAJU PENYEBARAN COVID-19

Menjadi salah satu pintu gerbang internasional Indonesia dengan arus wisatawan asing tertinggi, justru tidak menjadikan Bali sebagai episentrum pandemi Covid-19. Sebaliknya, penambahan kasusnya cenderung landai dengan tingkat kematian rendah. Karantina parsial desa adat serta kesadaran masing-masing warganya untuk tetap tinggal di rumah menjadi salah satu kunci untuk mengurangi lajunya peningkatan kasus.

Bali sebagai daerah wisata terkenal di Indonesia maupun level internasional akan selalu mengundang orang untuk datang. Arus mobilitas keluar masuk ke Bali cukup tinggi. Sebagai gambaran, jumlah penumpang yang keluar dan masuk melalui Bandara Ngurai Rai pada 2018 mencapai 11,1 juta. Angka ini berada di posisi ketiga setelah Bandara Cengkareng dan Juanda. Arus penumpang yang melalui Pelabuhan pada Januari 2020 mencapai 265.492 orang.

Wisatawan mancanegara yang masuk ke Bali pun cukup banyak. Catatan BPS, wisatawan mancanegara yang masuk melalui Bandara Ngurah Rai selama 2019 mencapai 6,24 juta orang. Angka tersebut tertinggi dibandingkan bandara internasional lainnya.

Wisatawan China dan Australia mendominasi kunjungan ke Bali selama Desember 2019-Januari 2020. Tercatat di BPS Bali (Januari 2020), ada 111.416 wisatawan dari China yang berkunjung ke Bali. Disusul 102.178 wisatawan dari Australia. Sisanya sekitar 313.000 turis dari India, Rusia, Korea Selatan, Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Malaysia, dan Singapura.

Tingginya arus wisatawan asing ke Bali, membuat Bali beresiko sebagai pusat penyebaran virus Corona. Namun, nyatanya menurut laporan Kementerian Kesehatan, pasien positif Korona baru ditemukan tanggal 11 Maret 2020. Pertambahan kasusnya tiap hari pun cenderung melambat. Hingga 23 April hanya ditemukan 167 kasus positif, sebanyak 55 pasien sembuh. Kasus kematiannya pun rendah, 4 orang atau dengan angka kematian 2,4 persen.

Mengapa kasus Covid-19 di Bali cenderung landai? Bandingkan dengan Jakarta sebagai gerbang internasional yang lain. Hingga 23 April, kasus positif di Jakarta sudah mencapai 3.517 kasus dengan angka kematian 8,6 persen.

Kasus Impor

Kasus pertama di Bali muncul tanggal 11 Maret dan langsung dilaporkan meninggal. Pasien berjenis kelamin perempuan tersebut merupakan Warga Negara Asing (WNA) dan termasuk kasus ke-25 nasional. Namun, saat itu sebelum hasil tes keluar, pasien yang sudah menderita berbagai komplikasi penyakit tersebut telanjur meninggal.

Setelah itu, baru 20 Maret, tercatat tiga kasus positif, 1 orang merupakan WNA dan 1 orang lainnya WNI. Penemuan kasus selanjutnya terjadi pada 23 Maret, itupun dengan penambahan dua kasus. Sampai akhir Maret penambahan pasien yang positif Korona hanya berkisar satu hingga 9 orang. Bahkan ada beberapa hari tidak ada penambahan pasien. Itupun penderitanya rata-rata adalah WNA yang sebelumnya tubuhnya sudah membawa virus dari negara asalnya.

Kasus awal April, sejumlah WNI mulai mulai tertular. Namun, rata-rata tertular dari luar Bali (imported case). Sebagian besar pasien WNI merupakan Pekerja Migran Internasional (PMI) yang bekerja di luar negeri dan pulang ke Bali karena negara tempat kerjanya juga terjadi wabah.

Dari awal Maret, Pemprov Bali telah menyiapkan tempat karantina khusus bagi para pekerja migran tersebut di Gedung Bapeleksmas dan BPSDM. Bahkan saat di Bandara Ngurah Rai Bali, sudah ada pemeriksaan ketat seperti pengecekan suhu dan rapid test. Jika hasil rapid test negatif, mereka diarahkan untuk melakukan karantina mandiri di rumah masing-masing dengan pengawasan dari pemerintah kabupaten/kota dan Satgas Gotong Royong Desa Adat.

Jika hasil rapid test positif dan ada peningkatan suhu tubuh, tim membawa mereka ke tempat karantina untuk melakukan uji lab lanjutan berupa swab yang akan diperiksa dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Sampel tersebut sudah bisa diuji di Laboratorium RSUP Sanglah. Bagi pekerja migran yang hasilnya positif, akan dirawat ke RS PTN Universitas Udayana, RSUP Sanglah, atau RS Bali Mandara.

Imported Case ini bisa menjadi salah satu jawaban mengapa hingga akhir Maret, kasus di Bali cenderung landai. Awal Maret, Imported case memang dibawa oleh para turis. Saat itu, pemprov Bali mengambil langkah untuk mencegah menyebaran dengan melakukan uji laboratorium pada 100 orang Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang pernah berinteraksi dengan 2 turis WNA tersebut. Hasilnya, rata-rata negatif.

Namun, setelah para pekerja migran masuk, dengan gelombang kedatangan tinggi sekitar 5.000 orang di awal April, perlahan kasusnya mulai meningkat. Di sisi lain, jumlah kedatangan turis asing juga cenderung menurun seiring dengan terjadinya wabah dan pemberlakuan pembatasan di negaranya masing-masing. Tercatat pada Februari lalu, jumlah turis asing menurun 31 persen dari bulan sebelumnya.

Hingga 22/4, dari 152 kasus, imported case masih mendominasi (115 kasus). Diperkirakan, kasus penularan dari luar ini masih akan meningkat seiring dengan gelombang kepulangan para pekerja migran yang sampai saat ini sudah sekitar 10.935 orang.

Transmisi Lokal

Kasus mulai melonjak tinggi pada tanggal 09/04 menjadi 63 kasus. Catatan laman Infocorona Bali, dari 63 kasus tersebut, 29 penderitanya terpapar dari transmisi lokal. Hal ini berarti penularan antar warga Bali sudah mulai terjadi. Mereka rata-rata memiliki riwayat kontak langsung dengan kasus positif Covid sebelumnya.

Hingga data terakhir (22/4),  pola persebaran penyakit ini semakin terlihat. Berpusat di Kota Denpasar di selatan Bali, kemudian ke timur dan ke Selatan. Sebagian wilayah tersebut merupakan kawasan Metropolitan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) dan kawasan wisata.

Pasien Transmisi lokal juga bertambah menjadi 27 orang. Meski angkanya lebih kecil dibandingkan dengan imported case, tapi berarti himbauan pemerintah untuk berdiam diri di rumah, serta menggunakan masker belum sepenuhnya dilaksanakan.

Mobilitas penduduk di kawasan Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan cukup tinggi. Statistik Komuter (BPS, 2019) mencatat, ada 127.660 (9 persen) komuter yang bergerak setiap hari dari rumah menuju tempat aktivitas di empat wilayah tersebut.

Kota Denpasar menjadi pusat tujuan pergerakan dari tiga wilayah lainnya. Pergerakan terbesar dilakukan oleh komuter Denpasar (79.723 orang) yang mayoritas bermobilitas ke Kab. Badung. Sebaliknya, 37.739 warga Badung juga berkomuter ke Kota Denpasar. Adapun warga 28.377 warga Gianyar mayoritas bergerak ke Kota Denpasar.

Pergerakan yang cukup tinggi tersebut jika tidak dibatasi, akan berpotensi menyebarkan virus transmisi lokal. Kunci menghentikan penyebaran virus ini adalah menjaga jarak antar orang dan mengurangi pergerakan. Meskipun virus tidak menyebar melalui udara, tapi virus dapat menempel pada benda-benda di fasilitas umum yang jika sengaja tak tersentuh oleh tangan akan bisa masuk ke tubuh melalui mulut, hidung dan mata.

Mengurangi Pergerakan

Sejak munculnya kasus positif di Bali pada pertengahan Maret lalu, Pemprov Bali telah mengeluarkan sejumlah kebijakan. Diantaranya berupa himbauan, Instruksi Gubernur, ataupun Surat Edaran yang isinya meminta warga untuk tetap tinggal di rumah dan melarang kegiatan yang melibatkan banyak orang.

Diawali dengan larangan Pawai Ogoh-Ogoh pada 19/03 yang biasanya dilakukan seminggu sebelum Hari Raya Nyepi. Saat itu, kasus positif Covid-19 baru dua orang dan satu orang meninggal. Larangan tersebut dipatuhi meski sebenarnya pawai Ogoh-Ogoh jelang Nyepi selalu dinantikan warga Bali .

Sehari setelah Nyepi, Gubernur Bali mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Bali No. 45/Satgas Covid 19/III/2020. Isinya, menghimbau seluruh masyarakat Bali untuk tetap di rumah pada Hari Ngembak Geni (26/03). Himbauan untuk bekerja, belajar, beribadah di rumah, menutup pusat hiburan malam, serta tidak menutup jalan ini berlaku sampai 30 Maret.

Setelah surat edaran tersebut keluar, Gubernur masih mengeluarkan sejumlah himbauan lainnya untuk mengurangi interaksi fisik dan aktifitas-aktifitas di luar rumah, mengurangi atau menunda perjalanan ke Bali atau keluar Bali. Bahkan juga meminta meniadakan kegiatan agama dan adat yang mengumpulkan banyak massa.

Aturan tersebut dipatuhi oleh semua warga Bali, baik penduduk lokal ataupun pendatang. Maurin (42), warga pendatang di Denpasar menceritakan, saat Nyepi diperpanjang sehari, semua warga mematuhi untuk tidak beraktifitas di luar. Hanya saja warga boleh menyalakan listrik. Bahkan hingga saat ini, meski tidak ada aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Bali, pukul 19.00 jalanan di Kota Denpasar sudah sangat sepi.

Pemprov Bali menaikkan status Siaga Darurat menjadi Tanggap Darurat Bencana akibat Virus Korona pada 30/03. Pada tanggal yang sama, melalui Surat Edaran Gubernur Bali No. 730/7385, masa pelaksanaan bekerja bagi ASN di rumah diperpanjang hingga 21 April.

Itu belum cukup, Gubernur Bali pada tanggal 02/04 mengeluarkan Instruksi No. 8551 mengenai Penguatan Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di Bali. Instruksi tersebut dikeluarkan sebagai tanggapan atas Peraturan Pemerintah mengenai PSBB.

Isinya, kurang lebih sama dengan himbauan yang telah dikeluarkan sebelumnya. Diantaranya, memperkuat pembatasan warga beraktifitas di rumah, kegiatan keramaian dan obyek wisata, kegiatan adat dan agama, serta  kegiatan melakukan perjalanan keluar atau masuk ke Bali.

Peran Desa Adat

 Kebijakan pemerintah tersebut diperkuat dengan pembentukan Surat Keputusan Bersama antara Pemprov Bali dengan Majelis Adat Provinsi Bali mengenai Pembentukan Satgas Gotong Royong Pencegahan Covid-19 Berbasis Desa Adat. Selama ini Desa Adat mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat Bali.

Tugas Satgas Desa Adat tertulis dalam SK tersebut adalah melakukan pencegahan Covid-19 secara sakala dan niskala. Tugas secara sakala adalah mencegah Covid-19 dengan menyiapkan masker, dan sarana cuci tangan, mengarahkan warga agar tidak berkunjung ke tempat keramaian dan mendata warga desa yang kembali ke Bali, hingga melaporkan kasus ODP baru ke puskesmas terdekat.

Salah satu perwujudan Satgas Desa Adat adalah membuat karantina parsial di masing-masing desa adat. Menurut Wayan Krastawan, akademisi Universitas Udayana dalam Diskusi Webinar “Bagaimana Bali Bertahan Menghadapi Covid-19”, karantina parsial yang dijaga oleh Pecalang ini menjadi semacam sarana untuk melaksanakan physical distancing dengan tetap berdiam diri di rumah.

Sistem karantina parsial dijaga oleh pacalang yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di dalam desa Adat. Pacalang ini menurut Putu (31) warga Gianyar, akan berjaga di pintu masuk desa/kampung. “Mereka akan berjaga seperti saat Nyepi”, jelas Putu lagi.

Sebelum warga/tamu memasuki desa/kampung, pacalang akan mengukur suhu tubuh. Jika suhu tubuh tamu meningkat, mereka dengan sopan akan meminta tamu tersebut untuk tidak masuk ke dalam kampung dulu, cerita Putu.

Jam malam yang diterapkan masing-masing desa bervariasi, antara pukul 19.00 hingga 22.00. Namun menurut Putu, di kampungnya tidak ada jam malam, hanya ada surat edaran untuk membatasi jam operasional tempat-tempat usaha. Pembatasan tersebut otomatis akan membatasi pergerakan orang.

Masing-masing desa juga mempunyai cara yang unik untuk mencegah penyebaran virus. Di beberapa desa memasang spanduk-spanduk dengan seruan “De Bengkung” yang artinya jangan keras kepala, supaya warga patuh untuk tetap tinggal di rumah. Kemudian ada pengumuman “Kawasan Wajib Masker”, bagi yang tidak menggunakan masker dilarang masuk.

Setidaknya usaha yang dilakukan oleh Desa Adat untuk mencegah penyebaran Covid-19 cukup efektif, dengan kecilnya angka transmisi lokal. Kepatuhan warga ini mengutip dari artikel Historia “Di Balik Lambatnya Kasus Covid-19 di Bali” juga terkait dengan empat guru utama (catur guru) yang harus dipatuhi. Diantaranya, pendeta, sebagai guru pengajian, pemerintah sebagai guru wisesa, apa yang termuat dalam  kitab sebagai guru swadhayaya dan orang tua sebagai guru rupaka.

Dengan mematuhi aturan ataupun himbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan pemuka adat, warga percaya bisa melewati wabah ini dengan baik. Di sisi lain, warga juga sudah menyadari virus ini cukup mematikan.

Kasus kematian WNA kasus kedua di atas sepeda motor bisa menjadi cermin bagaimana penyakit menular ini cukup berbahaya. Bahkan terjadinya kasus penolakan pada sejumlah PMI juga menjadi gambaran bahwa masyarakat Bali ingin supaya penyebaran virus tidak meluas .

Satu lagi tugas gugus tugas desa adat yang tidak ada di tempat lain, yakni tugas secara niskala, yakni berdoa. Perwujudannya, melaksanakan upacara Nunas Ica Bersama Pamangku di Pura Desa Adat sampai Covid-19 berakhir. Juga memohon kepada Ida Bhatara Sasuhunan sesuai dengan Drestha Desa Adat setempat agar wabah segera berakhir.

Melihat pola penyebaran Covid-19 yang lebih didominasi oleh kasus impor dari pekerja migran yang pulang ke Bali tetap akan terjadi peningkatan. Namun laju peningkatannya tidak tinggi, asal pemeriksaan ketat di Bandara masih dilakukan yang dilanjutkan oleh proses karantina oleh pemerintah ataupun mandiri.

Tantangannya  sekarang ini adalah memperkecil angka kasus transmisi lokal dengan meningkatkan peran desa adat dan kesadaran masyarakat untuk tetap tinggal di rumah, memakai masker, melakukan pola hidup bersih sehat, dan terus memanjatkan doa kepada Sang Hyang Widhi. Langkah pemerintah dan masyarakat Bali ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain untuk mengurangi penyebaran penyakit Covid-19. (M. Puteri grafis cara bali menekan koronagrafis cara bali menekan koronagrafis bali dan koronaRosalina/Litbang Kompas)

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Muffin Challenge

Sudah sebulan lebih tetap tinggal di rumah. Meski sesekali keluar rumah untuk piket ke kantor ataupun untuk OR. Tentunya dg berbagai atribut yang harus dikenakan.

Seminggu terakhir ini sudah mulai bosan Dan gelisah. Apalagi jelang PSBB di Tangerang Raya yg semakin membuat ruang gerak terbatas.
Tak mudah ngatur mood selama tinggal sendiri. Meski ya tetap harus bersyukur dengan kondisiku sekarang, dibandingkan yang lain.
Meski aku tidak suka keramaian, tapi sendiri tanpa ada yang diajak bicara langsung, tak mudah untuk beradaptasi
Akhirnya yang bisa dilakukan adalah berusaha produktif sepanjang hari. Dari membersihkan rumah, mencuci, kerja di depan laptop, hingga baking.
Namun baking hanya bisa dilakukan saat tak ada pekerjaan kantor.
Dan…. hari itu, untuk membuang emosi kegelisahan yang tidak jelas, mencoba bikin muffin. Deg-degan juga jika muffinnya ambyar seperti kejadian lalu. Saat ngintip muffinya ‘mekrok’ di dalam oven. Langsung lompat-lompat sendiri dan merasa itu pencapaian luar biasa.
Yah selama ini, oven listrik ‘lungsuran’ ini sering tidak bisa diajak ‘kerjasama’ dengan baik. Panasnya sudah mulai tak merata.
Baunya yg harum memenuhi ruangan, langsung membuatku semangat menyelesaikan tulisan ….

Masih ada tantangan lainnya bikin cake yang juga sering bantat dan bikin Dalgona eh Dalcona Coffee yg tersohor itu.

Tentunya setelah dateline tulisan selesai.

Sepertinya masa ‘karantina’ ini bakal panjang. Mencoba menikmati, mensyukuri dan mencari kegiatan produktif yang selama ini tak sempat dilakukan.
Tapi kangen juga ngobrol ngalor ngidul dengan teman2 kantor, Ibu Kepsek INE, Selebgram mamas Pry, bertengkar dengan mas Eri, naik KRL, hunting foto, travelling ….dsb dsb….muffin

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Double HOPE

Double HOPE…. atau mungkin berlipat-lipat harapan

Ini yang harus kita gantungkan Bersama-sama saat pandemi ini.

Yang harus kita lakukan saat ini selain berharap….

Tetap tinggal di rumah (meski tak mudah bagiku)

Tetap produktif dengan berbagai aktifitas

Sunyi – sepi – sendiri

Dari pagi sampai malam, sampai akhirnya hari terus berganti ….

Hingga harapan itu tercapai….

Perlahan ‘badai’ usai….
Semua pasti ‘rusak’

Tapi harapan akan hal yang lebih baik akan selalu ada selama kita terus menggapainya

(Pandemi Covid-19, 15/04/2020)

double hope

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Angan Bekerja Dari Rumah yang Berbeda

Setelah itu, aku memilih untuk tidak keluar rumah untuk ngemall atau nongkrong Bersama sahabat karena persebaran virus semakin tidak karuan. Hingga akhirnya keluar peraturan Gubernur mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar di Jakarta.

Sistem WFH tidak membutuhkan penyesuaian lama. Tapi… merasa capai sekali. Karena terbatas untuk keluar, mau tidak mau harus menyiapkan makanan dari pagi – siang – malam. Padahal terkadang, ada tulisan yang harus kelar sehari, ada juga grafis yang harus dikerjakan dalam hitungan jam.

Alhasil di awal-awal WFH, aku sering telat makan siang ataupun malam. Mau pesan Go-Food pun, takut merusak mood yang sudah dibangun untuk menulis.

Namun, setelah sebulan WFH, aku mulai bisa mengatur waktu. Jika ada pekerjaan yang mendesak, aku mulai memasak malam sebelumnya. Jadi seharian bisa berkonsentrasi untuk bekerja.        Tak hanya urusan memasak, membersihkan rumah ternyata juga menghabiskan waktu. Sebelum WFH, urusan bersih-bersih rumah, biasanya aku kerjakan saat weekend . Tapi saat di rumah, rasanya mata ini sepet kalau melihat lantai kotor, ruangan berantakan… Kalau sudah begitu, urusan nulis bisa kutinggal dan memilih membersihkan rumah.  Sok sregep ya…. (haha).

Nah sekarang urusan ngobrol dengan orang lain…. Ini sedikit sulit karena mendadak harus WFH tanpa sempat berkoordinasi dengan teman-teman. Akhirnya, aku memutuskan untuk ngobrol secara random dengan beberapa teman. Dari urusan kerjaan, bercanda, curhat, sampai diskusi apapun. Lumayan, ada penyaluran berkomunikasi.

Tak jarang, aku juga sengaja Video Call dengan sepupuku dan anak-anaknya. Ngobrol soal masakan, minta para ponakan nyanyi ataupun ngobrol.

Belakangan, aku menemukan kesibukan lain setelah mengenal aplikasi Zoom, yakni ikut Diskusi Online. Berawal dari satu Diskusi Online yang diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Perencana (IAP), kemudian menyambung ke diskusi-diskusi berikut yang sejenis ataupun informasi lain soal Corona. Yah, mau gak mau karena kerja di media, aku harus mengikuti perkembangan Corona, meski ada kekhawatiran terselubung.

Cukup asik mengikuti berbagai diskusi tersebut. Banyak mendapat informasi dan keuntungan lain, bisa jadi amunisi bahan untuk menulis yang wajib dikerjakan seminggu sekali.

Sistem WFH, kemungkinan bakal lama. Meski sudah bisa beradaptasi dan selalu ada orang yang mau kuajak ngobrol, tapi tetap saja ingin bekerja Kembali di kantor.

Kadang anganku ingin suasana kantor sepi, sedikit berlebihan. Yah Namanya kantor, meski akan selalu ramai. Justru, aku yang harus beradaptasi dan mempunyai taktik untuk bekerja dalam suasana apapun.

Merindukan guyonan-guyonan kecil dengan mbak Dewi, Mas Pur, oom KPP, Iwan. Kadang kita membahas hal gak perlu dari yang jorok sampai serius. Merindukan juga jajan kopi dan putu di gang gelora dengan oom KPP.

Ah… jangan terlalu berangan berlebihan… Kali ini sudah dikabulkan Tuhan… Tapi ini bukan angan yang kumaui, Tuhan…. Semoga pandemic ini cepat berlalu. Jujur, aku paling khawatir dengan dampak sosial ekonomi setelah wabah ini berlalu. ….

Salam kangen dari Ciater

Posted in Uncategorized | Leave a comment

so many colourful presents from God, family and friends…Bless me

birthday presents June 2017.jpg

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Not Good Enough for You

Dua kali aku mendengar kalimat “Is not good enough for you” hari ini. Mendadak aku bertanya-tanya apa makna kalimat ini. Apakah sekadar tidak cocok? Kurang pas? Terlalu jelek? Atau Terlalu bagus? Tapi siapakah yang bisa menilai itu? Aku? Orang lain? Atau Tuhan?

Berawal dari percakapan singkat dengan seorang teman. “Dia baik, ramah, pintar, tulus. But it’s good enough for you….karena……bla…bla…. (sensor). RUpanya kalimat tujuh tahun yang lalu, muncul kembali hari ini.

Aku masih ingat pesan lama itu dan terus tertanam dalam hatiku. Aku mulai berpikir. Kenapa tidak cocok denganku menurut orang lain? Entah kenapa aku masih menuruti saran itu. Tapi memang lambat laun, aku melihat ada yang sesuatu yang tak cocok antara aku dan dia. Meski dia sudah membuatku kembali membuka hati, tapi tidak pantas untuk diperjuangkan lebih lanjut.

Namun, tiba-tiba ada perkataan revisi. “It’s not  good enough for you tidak mutlak ya”. Iya sih, tak ada sesuatu yang mutlak di dunia ini. Aku hanya bisa terus berharap, ada yang “good enough” for me…Entah dia, orang lain, atau orang lainnya lagi. Tuhan punya rencana lain untuk memilihkannya.

 

Kedua, seorang teman berhasil menjalin ikatan pertemanan. Namun, beberapa teman-temannya mengatakan, “yang cewek is good enough untuk yang cowok”. Seperti ada ketidakrelaan dari orang lain. Meski orang lain menganggap gak cocok, tapi mereka telah cocok. Bisa jadi Tuhan berkenan, atau Tuhan punya rencana lain. Cocok Cuma sebentar …kemudian pergi..atau cocok untuk selamanya.

Terkadang susah untuk tidak menghakimi hubungan orang lain, tidak ikut campur. Tapi bisa jadi mereka yang menghakimi dan ikut campur karena terlalu peduli dan sayang dengan kita.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Jackpot from God

IMG_20170619_213200_338

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Almost 40 and started to long journey

IMG_20170619_004746_646.jpg

Posted in Uncategorized | Leave a comment